Senin, 31 Oktober 2011

Hilang lagi temanku


Kurasakan pasir itu telah mengering
Padahal dulu di atas pasir itu ada air seluas samudra
Entah karena kerakusan siapa
Dia  menjadi begitu
Tak kusadari pula temanku telah berubah
Semula dia tak seperti itu
Baik budi pekertinya
Menghormati yang tua dan memberi kesempatan pada yang muda
Entah siapa yang merubahnya
Mungkin dunia keraslah yang sudah merubahnya
Terkena terpaan angin topan angin kekerasan
Jiwanya jadi mati menjadi tak berarti
Kelam di tengah hitam
Bagai mutiara putih terkubur lumpur kotor

seperti gambar ini....

Sabtu, 22 Oktober 2011

Kami, " Butuh Money "


Pagi ini kubangun sendiri
Bergerak kulangkahkan kaki
Menuju cahaya matahari di tengah jendela
Tampak sekitar masih sepi
Dan serasa semangat telah hilang
Tapi tidak Hatiku mulai mencari sebongkah semangat di jiwaku
Untuk menghadapi tantangan – tantangan yang menghalangiku
Nanti ketika aku keluar ke dunia keras
Saling senggol sikap
Saling sikut argument
Hantam yang lemah hajar yang lemah
Semuanya saling menyerang
Untuk satu tujuan kerakusan…..
Mencari uang

Jumat, 21 Oktober 2011

jiwaku kosong tanpa kalian

tak sampai hati aku mengatakanya
rasanya, hatinya tak begitu dewasa
untuk mendengarkan nasehatKu
telah lama aku diam tak bersuara
tapi dirinya malah meninggalknanku
kawanKu......
kemana engkau pergi ?
lama aku mencarimu di lorong-lorong gelap itu

Minggu, 16 Oktober 2011

in the Court is different

apakaha yang disana ka lihat ?
apakah yang disana kau rasa ?
apakah itu sesuatu yang indah atau sesuatu yang buruk dalam hidupmu
sekarang kau tak bisa berkutik, temanmu telah berubah
keadilan telah goyah, hukum dan HAM disalah artikan
menjadi meja judi bukan lagi meja keadilan court itu, pengadilan itu ajang manusia untuk mencari uang dengan otaknya yang kotor
si bisu si tuli si dungu tak bisa berbuat hanya diam
apalagi si miskin....
meja hijauku kini telah berubah menjadi merah kotor oleh darah keserakahan
tapi disana masih ada yang bicara bahwa Negara ini damai, orangnya baik, ramah-ramah, " we love Indonesia "
untunglah ada mereka
mata dunia tak sebegitu picik memandang kita
kaum guru, petani, nasionalis, militer, tukang becak, seniman, asongan, arsitek, buruh, bangsawan, pemungut. berharap negara ini tidak mundur apalagi mati
cita-cita bangsa harus selalu dijadiken motivasi dalam setiap tindakan yang  kita perbuat setiap hari

bungaku yang dulu indah sekarang layu tak bersemi
teman-teman saudaraku marilah kita gemi lan nastiti
jika bunga itu layu lalu kusirami
akan menjadi indah dan berseri

Jumat, 14 Oktober 2011

Rahasia Kaos Hitam Steve Jobs

Cerita bermula saat Jobs mengunjungi pabrik Sony di Jepang pada tahun 1980an.

Jum'at, 14 Oktober 2011, 06:42 WIB
agus trio utomo
Mantan CEO Apple Steve Jobs (REUTERS/Kimberly White)

GOESnews - Kaos turtleneck berlengan panjang. Warnanya hitam tanpa corak. Berpadu celana jins biru dan sepatu kets putih. Mungkin itu yang spontan terbersit saat harus memberi gambaran singkat tentang penampilan pendiri Apple Incorporation, Steve Jobs. 

Penulis buku biografi ternama, Walter Isaacson, mengungkap alasan mengapa Jobs sengaja membuat isi lemari pakaiannya monoton. Ia menangkap cerita Jobs dalam sesi wawancara beberapa waktu lalu, untuk kepentingan karya terbarunya berjudul 'Steve Jobs', yang terbit akhir bulan ini.

Cerita bermula saat Jobs mengunjungi pabrik Sony di Jepang pada tahun 1980-an. Jobs melihat semua orang di dalam pabrik mengenakan seragam. Ia diberitahu seorang pejabat perusahaan setempat, Akio Morita, bahwa pemakaian seragam dilakukan usai perang, karena saat itu tak ada yang berpakaian layak.

Seiring perjalanan, seragam berkembang menjadi identitas perusahaan, yang pada akhirnya akan membuat pekerja memiliki ikatan kuat dengan perusahaan. "Sejak saat itu, saya memutuskan harus ada bentuk ikatan untuk Apple," kata Jobs kepada Isaacson.

Jobs terpikat dengan seragam karya desainer Jepang, Issey Miyake, tersebut. Ia lalu meminta Miyake datang mendesain beberapa rompi bagi pekerja Apple. Sayang, pekerja Apple tak tertarik dengan rencana pemakaian seragam.

"Saya datang dengan beberapa sampel seragam, dan berkata kepada semua orang, bahwa akan sangat mengagumkan jika semua mau mengenakan rompi ini. Tapi nyatanya, semua mencemooh, dan membenci ide pemakaian seragam ini," kata Jobs. 

Gagal menciptakan penampilan seragam di perusahaannya, ia tak menyerah. Gagasan memakai seragam masih menyita pikirannya. Ia pun memutuskan membuat seragam untuk dirinya sendiri. "Ini hanya untuk kenyamanan sehari-hari dan menjadi gaya khas."

Job kembali menghubungi Miyake untuk membantu membuat seragam bagi diri sendiri. "Saya memintanya membuat model turtleneck yang saya suka. Dia membuatkan lebih 100 turtleneck. Itu yang saya pakai. Cukup untuk saya pakai selama sisa hidup saya," katanya kepada Isaacson sambil menunjukkan tumpukan turtleneck hitam di lemarinya.

Steve Jobs meninggal dunia pekan lalu pada usia 56, setelah berjuang melawan kanker selama beberapa tahun terakhir. Mengiringi kepergiannya, St Croix, perusahaan garmen asal Minnesota, mengklaim mengalami lonjakan penjualan kaos turtleneck hitam.

Ibu

Disaat aku barada dalam gelap dan sunyi
diwaktu itu aku sendiri, merindukan kasih dan cinta dari ibu
yang dulu telah susah payah melahirkanku untuk hidup tenggelam dalam kehidupan
ibu, kemana kau ibu
aku mencarimu tiada henti
jalan-jalan terang dan gelap telah kususuri
padang pasir telah kujejaki
tapi tak ada tanda bahwa dirimu ada
sedihku ini untuk jiwaku yang sepi
bahagiaku telah ku lempar jauh menghilang
untukmu ibu aku memantii